Friday, 10 January 2014

KONSEP PENDIDIKAN AL-GHAZALI



A.    RIWAYAT HIDUP AL-GHAZALI
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali dilahirkan di
Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Ayahnya seorang pemintal wool, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Al-Ghazali mempunysai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al-Ghazali. Kedua anak itu dididik dan disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya.
Imam Ghazali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang anak pencinta ilmu pengetahuan dan selalu mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa duka nestapa dan sengsara. Untaian kata-kata berikut ini melukiskan keadaan pribadinya :
“ Kehausan untuk mencari hakikat kebenaran sesuatu sebagai habit dan favorit saya sejak kecil dan masa mudaku merupakan insting dan bakat  yang dicampakkan usaha atau rekan saja”
Di masa kanak-kanak Imam Ghazali belajar kepada Ahmad bin Muhammad akhirnya ia kembali ke Thus lagi. Pada kali yang lain diceritakan bahwa dalam perjalanan pulangnya, beliau dan teman-teman seperjalanannya dihadang sekawanan pembegal yang kemudian merampas harta dan kebutuhan-kebutuhan yang beliau senangi. Kemudian Al-Ghazali berharap kepada mereka agar mengembalikan tasnya, karena beliau ingin mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang terdapat dalam buku itu. Kawanan perampok merasa iba hati dan kasihan padanya, akhirnya mereka mengembalikan kitab-kitab itu kepadanya.
Sesudah itu Imam Ghazali pindah ke Nisabur untuk belajar kepada seorang ahli agama yang ternama di masanya, yaitu al-Juwaini, Imam al-Harmain (w.478 H atau 1085 M). Dari beliau ini dia belajar Ilmu kalam, Ilmu Ushul dan Ilmu Pengetahuan Agama lainnya.
Imam Ghazali memang orang yang cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih hingga Imam al-Juwaini sempat memberi predikat beliau itu sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan”laut dalam nan menenggelamkan (bahrun mughriq).” Ketika gurunya ini meninggal dunia, Al-Ghazali meninggalkan Nisabur menuju ke Istana Nidzam al-Mulk yang menjadi seorang perdana menteri Sultan Bani Saljuk.
Keikutsertaan Ghazali dalam suatu diskusi bersama sekelompok ulama dan para intelektual di hadapan Nidzam al Mulk membawa kemenangan baginya. Hal itu tidak lain berkat ketinggian ilmu pengetahuannya, kefasihan lidahnya dan kejituan argumentasinya. Nidzam al-Mulk benar-benar kagum melihat kehebatan beliau ini dan berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universitas yang didirikannya di Baghdad. Peristiwa ini terjadi pada tahun 484 atau 1091 M.
Di tengah-tengah kesibukannya itu beliau masih sempat mengarang sejumlah kitab seperti: Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, Khulashab Ilmu Fiqh, Al-Munqil fi ilm al-Jadal(ilmu Berdebat), Ma’khadz al-Khalaf, lubab al-Nadzar, Tashin al-Ma’akhidz dan Al-Mabadi’ wa al-Ghayat fi Fann al-Khalaf. Namun kesibukan dalam karang-mengarang ini tidaklah mengganggu perhatian beliau terhadap Ilmu Metafisika dan beliau selalu meragukan kebenaran adat istiadat warisan nenek moyang di mana belum ada seorangpun yang memperdebatkan soal kebenarannya tersebut.
Setelah empat tahun beliau memutuskan untuk berhenti mengajar di Baghdad Lalu ditinggalkannya kota tersebut untuk menunaikan ibadah haji.
Kemudian pada suatu waktu, beliau pulang ke Baghdad kembali mengajar di sana. Hanya saja beliau menjadi guru besar dalam bidang studi lain tidak seperti dulu lagi. Setelah menjadi guru besar dalam berbagai ilmu pengetahuan agama, sekarang tugasnya menjadi Imam ahli agama dan tasawuf serta penasihat spesialis dalam bidang agama.
Kitab pertama yang beliau karang setelah kembali ke Baghdad ialah kitab Al-Munqidz min al-Dholal (Penyelamat dari Kesesatan).Kitab ini mengandung keterangan sejarah hidupnya di waktu transisi yang mengubah pandangannya tentang nilai-nilai kehidupan.
Sekembalinya Imam Ghazali ke Baghdad sekitar sepuluh tahun, beliau pindah ke Naisaburi dan sibuk mengajar di sana dalam waktu yang tidak lama, setelah itu beliau meninggal dunia di kota Thus, kota kelahirannya, pada tahun 505 H atau 1111 M.
Demikianlah yang dapat kita amati mengenai sejarah kehidupan Imam Ghazali dalam siklus purna yang berhenti di tempat semula.



No comments:

Post a Comment