A.
Perkembangan
Bahasa Awal Pada Anak Usia Dini
Suatu bentuk
komunikasi baik itu lisan ,tertulis ,atau isyarat yang berdasarkan pada suatu
sistem dari simbol-simbol. Bahasa terdiri dari kata – kata yang digunakan oleh
masyarakat beserta aturan – aturan untuk menyusun berbagai variasi an
mengkombinasikannya.
Sebelum mampu berbicara umumnya seorang anak memiliki perilaku untuk mengeluarkan suara-suara yang bersifat sederhana kemudian berkembang secara kompleks dan mengandung arti. Misalnya seorang anak menangis, mendekut, mengoceh, kemudian dia akan mampu menirukan kata- kata yang didengar dari orang tua atau lingkungan sekitarnya , seperti kata mama, papa, makan, minum dan sebagainya. Kemampuan mengeluarkan suara seperti menangis, mendengut, mengoceh, meniru kata-kata sebelum seorang anak dapat berbicara secara jelas artinya, atau disebut pre-linguistik speech ( Papalia, 2004 ).
Perkembangan bahasa sangat erat hubungannya dengan kematangan fisiologis dan perkembangan sistem syaraf dalam otak.
Sebelum mampu berbicara umumnya seorang anak memiliki perilaku untuk mengeluarkan suara-suara yang bersifat sederhana kemudian berkembang secara kompleks dan mengandung arti. Misalnya seorang anak menangis, mendekut, mengoceh, kemudian dia akan mampu menirukan kata- kata yang didengar dari orang tua atau lingkungan sekitarnya , seperti kata mama, papa, makan, minum dan sebagainya. Kemampuan mengeluarkan suara seperti menangis, mendengut, mengoceh, meniru kata-kata sebelum seorang anak dapat berbicara secara jelas artinya, atau disebut pre-linguistik speech ( Papalia, 2004 ).
Perkembangan bahasa sangat erat hubungannya dengan kematangan fisiologis dan perkembangan sistem syaraf dalam otak.
1)
Kematangan
fisiologis atau physiological maturity. Setiap anak
bayi memang telah dibekali dengan suatu kemampuan untuk berkomunikasi maupun
berbahasa sejak dari masa kandungan kemampuan tersebut tidak langsung
berkembang secara sempurna, melalui proses perubahan yang cukup panjang maka
dasar-dasar potensi bahasa akan berkembang secara kompleks sehingga seorang
anak dapat berbahasa, berkomunikasi, berinteraksi dengan orang tua atau
anak-anak lainnya.
Kematangan fisiologis tercapai dengan baik bila pertumbuhan organ-organ fisik berjalan secara normal tanpa ada gangguan –gangguan pada otak, sistem syaraf, tenggorokan, lidah, mulut atau sistem pernafasan. Organ-organ tersebut sangat mendukung perkembangan kemampuan untuk berbahasa ataupun mengunggkapkan pesan-pesan komunikasi secara jelas dan dapat dipahami oleh orang lain.
Kematangan fisiologis tercapai dengan baik bila pertumbuhan organ-organ fisik berjalan secara normal tanpa ada gangguan –gangguan pada otak, sistem syaraf, tenggorokan, lidah, mulut atau sistem pernafasan. Organ-organ tersebut sangat mendukung perkembangan kemampuan untuk berbahasa ataupun mengunggkapkan pesan-pesan komunikasi secara jelas dan dapat dipahami oleh orang lain.
2)
Perkembangan
sistem syaraf dalam otak. Sistem syaraf pada janin yang masih berkembang dalam kandungan
semasa pranatal tergolong sangat sederhana. Bahkan dapat dikatakan perkembangan
sistem syaraf terjadi bersamaan dengan pembentukan organ-organ eksternal janin
pada masa tiga bulanpertama. Menginjak akhir tiga bulan kedua proses
perkembangan diferensiasi organ-organ tubuh internal maupun eksternal cukup
memadai sehingga organ tubuh otakpun telah terbentuk dengan baik. Oleh karena
itu otak sudah mampu bekerja untuk menerima stimulus eksternal yang diberikan
dari lingkungan hidupnya.
Setiap stimulus eksternal yang dapat diterima, ditangkap maupun dipahami akan menjadi bahan-bahan jejak ingatan dalam otak janin. Orang tua yang sering memberikan stimulus pada janin semasa dikandungan, melalui bercerita, mendongeng, menyanyi, berkomunikasi atau berbahasa, maka janin akan merasakan getaran-getaran sebagai tanda dirinya memperoleh perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Sistem syaraf dalam otak bayi yang pernah memperoleh pengalaman berkomunikasi maupun berbahasa dengan lingkungan eksternal ( orang tuanya ) akan berkembang dengan baik.
Setiap stimulus eksternal yang dapat diterima, ditangkap maupun dipahami akan menjadi bahan-bahan jejak ingatan dalam otak janin. Orang tua yang sering memberikan stimulus pada janin semasa dikandungan, melalui bercerita, mendongeng, menyanyi, berkomunikasi atau berbahasa, maka janin akan merasakan getaran-getaran sebagai tanda dirinya memperoleh perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Sistem syaraf dalam otak bayi yang pernah memperoleh pengalaman berkomunikasi maupun berbahasa dengan lingkungan eksternal ( orang tuanya ) akan berkembang dengan baik.
Vokalisasi Awal pada Anak Usia Dini
Perkembangan bahasa sebelum bayi dapat berbicara secara aktif disebut perkembangan masa pra berbicara, masa pra bicara ditandai dengan munculnya vokalisasi awal pada bayi ( Berk, 1993 ; Helm & Turner, 1995 ; Papalia, dkk. 1998 ) Vokalisasi awal ini terdiri dari tiga yaitu :
Perkembangan bahasa sebelum bayi dapat berbicara secara aktif disebut perkembangan masa pra berbicara, masa pra bicara ditandai dengan munculnya vokalisasi awal pada bayi ( Berk, 1993 ; Helm & Turner, 1995 ; Papalia, dkk. 1998 ) Vokalisasi awal ini terdiri dari tiga yaitu :
a.
Menangis
Menangis merupakan cara seorang bayi untuk berbicara atau berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya atau orang tua. Setelah dilahirkan biasanya bayi yang normal akan menangis. Menangis sebagai ungkapan awal bayi menunjukkan dirinya sebagai seorang makhluk individu yang terpisah dari rahim ibunya. Menangis dapat diartikan sebagai cara bayi berbahasa untuk menyampaikan pesan kebutuhan dasarnya. Jadi perilaku menangis merupakan perilaku yang mengandung pesan secara kompleks. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa setiap bayi dapat berkomunikasi dengan cara menangis bila ia sedang menghadapi masalah dalam hidupnya misalnya : ketika lapar, haus, mengantuk, sakit, terkejut atau mimpi buruk. Jadi setiap tangisan akan mengandung arti yang berbeda tergantung konteks waktu dan pengalaman yang dirasakan oleh masing-masing bayi.
Menangis merupakan cara seorang bayi untuk berbicara atau berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya atau orang tua. Setelah dilahirkan biasanya bayi yang normal akan menangis. Menangis sebagai ungkapan awal bayi menunjukkan dirinya sebagai seorang makhluk individu yang terpisah dari rahim ibunya. Menangis dapat diartikan sebagai cara bayi berbahasa untuk menyampaikan pesan kebutuhan dasarnya. Jadi perilaku menangis merupakan perilaku yang mengandung pesan secara kompleks. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa setiap bayi dapat berkomunikasi dengan cara menangis bila ia sedang menghadapi masalah dalam hidupnya misalnya : ketika lapar, haus, mengantuk, sakit, terkejut atau mimpi buruk. Jadi setiap tangisan akan mengandung arti yang berbeda tergantung konteks waktu dan pengalaman yang dirasakan oleh masing-masing bayi.
b.
Mendekut
Mendekut ( cooing ) yaitu suatu perilaku bayi yang ditandai dengan upaya untuk mengeluarkan suara-suara yang belum ada artinya. Misalnya berteriak , mendenguk, dan mengeluarkan kata-kata seperti : ahh, aaaaahhh. Kira-kira pada usia 1-2 bulan, seorang bayi mulai dapat bermain dengan menggunakan suara-suara. Ia membuat suara-suara sebagai respons terhadap kata-kata yang didengar dari orang tuanya. Suara bayi tersebut menunjukkan ekspresi perasaan emosi positif maupun emosi negatif.
Mendekut ( cooing ) yaitu suatu perilaku bayi yang ditandai dengan upaya untuk mengeluarkan suara-suara yang belum ada artinya. Misalnya berteriak , mendenguk, dan mengeluarkan kata-kata seperti : ahh, aaaaahhh. Kira-kira pada usia 1-2 bulan, seorang bayi mulai dapat bermain dengan menggunakan suara-suara. Ia membuat suara-suara sebagai respons terhadap kata-kata yang didengar dari orang tuanya. Suara bayi tersebut menunjukkan ekspresi perasaan emosi positif maupun emosi negatif.
c.
Mengoceh
Mengoceh (babling) yaitu suatu kemampuan untuk mengucapkan kata-kata kombinasi antara vokal dan konsonan secara berulang-ulang seberti ba-ba-ba, ma-ma-ma, pa-pa-pa, ( Marat, 2005 ). Mengoceh biasanya terjadi pada bayi 6-10 bulan.
Sebagian ahli menganggap bahwa mengoceh bukan sebagai bahasa karena belum memiliki arti apa-apa. Namun demikian mengoceh tetap memiliki makna bagi perkembangan bahasa bayi. Mengoceh sebagai awal perkembangan bahasa yang cukup signifikan bagi bayi dimasa yang akan datang.
Dengan mengoceh seorang bayi memfungsikan organ-organ tenggorokan, hidung, lidah, pernafasan untuk persiapan pembelajaran perkembangan bahasanya. Dalam tahap perkembangan berikutnya mengoceh akan berkembang menjadi kata-kata yang akan mengandung arti sehingga mengoceh akan dapat dipergunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Mengoceh (babling) yaitu suatu kemampuan untuk mengucapkan kata-kata kombinasi antara vokal dan konsonan secara berulang-ulang seberti ba-ba-ba, ma-ma-ma, pa-pa-pa, ( Marat, 2005 ). Mengoceh biasanya terjadi pada bayi 6-10 bulan.
Sebagian ahli menganggap bahwa mengoceh bukan sebagai bahasa karena belum memiliki arti apa-apa. Namun demikian mengoceh tetap memiliki makna bagi perkembangan bahasa bayi. Mengoceh sebagai awal perkembangan bahasa yang cukup signifikan bagi bayi dimasa yang akan datang.
Dengan mengoceh seorang bayi memfungsikan organ-organ tenggorokan, hidung, lidah, pernafasan untuk persiapan pembelajaran perkembangan bahasanya. Dalam tahap perkembangan berikutnya mengoceh akan berkembang menjadi kata-kata yang akan mengandung arti sehingga mengoceh akan dapat dipergunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
B.
Perkembangan
Bahasa Anak yang Menyangkut Kata dan Kalimat
Kata-kata
pertama adalah kata-kata lisan pertama yang diucapkan oleh seorang anak setelah
mampu bicara atau berkomunikasi dengan orang lain. Kata-kata pertama merupakan
cara seorang anak untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, dan biasanya
dianggap sebagai proses perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh kematangan
kognitif. Kematangan kognitif tersebut biasanya ditandai dengan kemampuan anak
untuk merangkai susuan kata dalam berbicara baik dengan orang tua atau orang
lain. Kemampuan ini akan terus berkembang jika anak sering berkomunikasi
ataupun berinteraksi pada orang lain
Oleh karena itu, menurut Schaerlaekens yang dikutip dari Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama terdapat tiga tahap perkembangan kalimat pada anak usia lima tahun pertama yaitu:
1. Periode prelingual (usia 0-1 th): ditandai dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan orangtuanya. Pada saat itu bayi tampak pasif menerima stimuls eksternal yang diebrikan oleh orangtuanya, tetapi bayi mampu memberikan respons yang berbeda-beda terhadap stimulus tersebut.misalkan: bayi akan tersenyum terhadap orang yang dianggapnya ramah dan akan menagis dan menjerit kepada orang yang dianggap tidak ramah atau ditakutinya.
2. Periode Lingual dini (usia 1-2½ tahun): ditandai dengan kemampuan anak dalam membuat kalimat satu kata maupun dua kata dalam suatu percakapan denga orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap yaitu (a) periode kalimat satu kata (holophrase) yaitu kemampuan anak untuk membuat kalimat yang hanya terdiri dari satu kata yang mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu pembicaraan. Misal: anak mengatakan ”ibu”. Hal ini dapat berarti: ”ibu tolong saya”, ”itu ibu”, ”ibu ke sini”. (b) periode kalimat dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang ditandai dengan kemampuan anak membuat kalimat dua kata sebagai ungkapan komunikasi dengan orang lain. Bahasa kalimatnya belum sempurna karena tidak sesuai dengan susunan kalimat Subyek (S), Predikat (P) dan Obyek (O) misal: kakak jatuh, lihat gambar. dan (c) periode kalimat lebih dari dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang ditandai dengan kemampuan anak untuk membuat kalimat secara sempurnasesuai dengan susunan S-P-O. Kemampuan ini membuat anak mampu berkomunikasi aktif dengan orang lain. Pada tahap ini terjadi perubahan cara pandang. Anak sudah memahami pemikiran dan perasaan orang lain dan mengakibatkan berkurangnya sifat egois anak. Misal: ”Saya makan nasi”.
3. Periode Diferensiasi (usia 2½ -5 tahun): ditandai dengan kemampuan anak untuk mengusai bahasa sesuai dengan aturan tata bahasa yang baik dan sempura yaitu kalimatnya terdiri dari Subyek Predikat dan Obyek. Perbendaharaan kayanya pun sudah berkembang baik dari segi kualitas dan kuantitas.
Oleh karena itu, menurut Schaerlaekens yang dikutip dari Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama terdapat tiga tahap perkembangan kalimat pada anak usia lima tahun pertama yaitu:
1. Periode prelingual (usia 0-1 th): ditandai dengan kemampuan bayi untuk mengoceh sebagai cara berkomunikasi dengan orangtuanya. Pada saat itu bayi tampak pasif menerima stimuls eksternal yang diebrikan oleh orangtuanya, tetapi bayi mampu memberikan respons yang berbeda-beda terhadap stimulus tersebut.misalkan: bayi akan tersenyum terhadap orang yang dianggapnya ramah dan akan menagis dan menjerit kepada orang yang dianggap tidak ramah atau ditakutinya.
2. Periode Lingual dini (usia 1-2½ tahun): ditandai dengan kemampuan anak dalam membuat kalimat satu kata maupun dua kata dalam suatu percakapan denga orang lain. Periode ini terbagi atas 3 tahap yaitu (a) periode kalimat satu kata (holophrase) yaitu kemampuan anak untuk membuat kalimat yang hanya terdiri dari satu kata yang mengandung pengertian secara menyeluruh dalam suatu pembicaraan. Misal: anak mengatakan ”ibu”. Hal ini dapat berarti: ”ibu tolong saya”, ”itu ibu”, ”ibu ke sini”. (b) periode kalimat dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang ditandai dengan kemampuan anak membuat kalimat dua kata sebagai ungkapan komunikasi dengan orang lain. Bahasa kalimatnya belum sempurna karena tidak sesuai dengan susunan kalimat Subyek (S), Predikat (P) dan Obyek (O) misal: kakak jatuh, lihat gambar. dan (c) periode kalimat lebih dari dua kata yaitu periode perkembangan bahasa yang ditandai dengan kemampuan anak untuk membuat kalimat secara sempurnasesuai dengan susunan S-P-O. Kemampuan ini membuat anak mampu berkomunikasi aktif dengan orang lain. Pada tahap ini terjadi perubahan cara pandang. Anak sudah memahami pemikiran dan perasaan orang lain dan mengakibatkan berkurangnya sifat egois anak. Misal: ”Saya makan nasi”.
3. Periode Diferensiasi (usia 2½ -5 tahun): ditandai dengan kemampuan anak untuk mengusai bahasa sesuai dengan aturan tata bahasa yang baik dan sempura yaitu kalimatnya terdiri dari Subyek Predikat dan Obyek. Perbendaharaan kayanya pun sudah berkembang baik dari segi kualitas dan kuantitas.
C.
Teori
Perkembangan Bahasa pada Anak
Implementasi
pengembangan bahasa pada anak tidak terlepas dari berbagai teori yang
dikemukakan para ahli. Berbagai pendapat tersebut tentu saja tidak semuanya
sama, namun perlu dipelajari agar pendidik dapat memahami apa saja yang
mendasari dalam penerapan pengembangan bahasa pada anak usia dini. Pemahaman
akan berbagai teori dalam pengembangan bahasa dapat mempengaruhi dalam
menerapkan metoda yang tepat bagi implementasi terhadap pengembangan bahasa
anak itu sendiri sehingga diharapkan pendidik mampu mencari dan membuat bahan
pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak. Adapun beberapa teori yang
dapat dijadikan rujukan dalam implementasi pembelajaran bahasa adalah:
1) Teori behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan anak melalui tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit contoh: sistem pembelajaran drilling. Anak akan memberikan respon pada setiap pembelajaran dan dapat segera memberikan balikan. Di sini Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah.
2) Teori Nativist oleh Chomsky, mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkan kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (Language Acquisition Devise/LAD). Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa dimana anak perlu mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun apalagi menyangkut bahasa kedua (second language). Lebih dari usia 10 tahun, anak akan kesulitan dalam mempelajari bahasa.
3) Teori Constructive oleh Piaget, Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami peningkatan kemampuan berpikir. Pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa adalah anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak melakukan kegiatan perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi atau melejitkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. Oleh karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
1) Teori behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh perilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya, artinya pengetahuan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya melalui pengkondisian stimulus yang menimbulkan respon. Perubahan lingkungan pembelajaran dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku anak secara bertahap. Perilaku positif jika diperkuat cenderung untuk diulangi lagi karena pemberian penguatan secara berkala dan disesuaikan dengan kemampuan anak akan efektif untuk membentuk perilaku anak. Latihan yang diberikan kepada anak harus dalam bentuk pertanyaan (stimulus) dan jawaban (respon) yang dikenalkan anak melalui tahapan-tahapan, mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih rumit contoh: sistem pembelajaran drilling. Anak akan memberikan respon pada setiap pembelajaran dan dapat segera memberikan balikan. Di sini Pendidik perlu memberikan penguatan terhadap hasil kerja anak yang baik dengan pujian atau hadiah.
2) Teori Nativist oleh Chomsky, mengutarakan bahwa bahasa sudah ada di dalam diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkan kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal Grammar’. Meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak tidak mendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak sekedar meniru bahasa yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan Bahasa (Language Acquisition Devise/LAD). Teori ini berpengaruh pada pembelajaran bahasa dimana anak perlu mendapatkan model pembelajaran bahasa sejak dini. Anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10 tahun apalagi menyangkut bahasa kedua (second language). Lebih dari usia 10 tahun, anak akan kesulitan dalam mempelajari bahasa.
3) Teori Constructive oleh Piaget, Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui interaksi sosial anak akan mengalami peningkatan kemampuan berpikir. Pengaruhnya dalam pembelajaran bahasa adalah anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan sementara anak melakukan kegiatan perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembelajaran dan mengajak bercakap-cakap akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi atau melejitkan potensi kecerdasan bahasa yang sudah dimiliki anak. Oleh karena itu pendidik perlu menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembelajaran dan menggunakan bahasa yang berkualitas.
D.
Kegiatan yang
Dilakukan Untuk Mengembangkan Kemampuan Bahasa
Permainan yang
dapat mendukung terciptanya rangsangan pada anak dalam berbahasa antara lain
alat peraga berupa gambar yang terdapat pada buku atau poster, mendengarkan
lagu atau nyanyian, menonton film atau mendengarkan suara kaset, membaca cerita
(story reading/story telling) ataupun mendongeng. Semua aktivitas yang dapat
merangsang kemampuan anak dalam berbahasa dapat diciptakan sendiri oleh
pendidik. Pendidik dapat berimprovisasi dan mengembangkan sendiri dengan cara
menerapkannya kepada anak sesuai dengan kondisi dan lingkungannya. Beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak
seperti:
1) Permainan ”Pilih Satu Benda”, dilakukan dengan membagi anak dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok mendapatkan 10 macam benda. Anak kemudian diminta untuk memilih 5 dari 10 benda tersebut. Anak bisa memikirkan mana benda-benda yang lebih penting. Setelah beberapa saat, anak diminta untuk memilih 3 dari 5 benda tadi, akhirnya diminta memilih 1 benda saja. Kemudian setiap kelompok diminta berbicara untuk memberikan alasan mengapa mereka memilih benda tersebut. Tujuan permainan tersebut adalah melatih ketrampilan berbicara.
2) Permainan “Menebak Suara Binatang”, dilakukan dengan memberikan tulisan/gambar kepada setiap anak dan tidak boleh dibuka sebelum diperintahkan tutor. Kemudian setiap anak harus bersuara seperti binatang yang ada di dalam kertas yang diperolehnya (anak tidak boleh berbicara, hanya bersuara saja) dan mencari pasangan suara yang sama. ”Siapa yang tidak mendapatkan pasangan ? Tebak nama binatang itu !”. Tujuannya adalah membaca kata sederhana tentang nama binatang dan mengenali bunyi.
3) Permainan ”Moving family”, dilakukan dengan memposisikan anak-anak duduk dalam sebuah lingkaran lalu memberikan mereka potongan kertas bertuliskan ayah, ibu, kakak, adik. Kemudian pendidik menyebutkan tulisan itu, misalnya ”ayah”, maka anak yang membawa tulisan ayah dapat berdiri. Ketika pendidik mengucapkan ”ibu”, maka anak yang membawa tulisan ibu berdiri, dan ketika pendidik menyebutkan ”keluarga”, maka semua anak baik yang memegang tulisan ”ayah”, ”ibu”, ”anak” berdiri berdekatan. Tujuan permainan ini adalah mengenalkan tulisan untuk dibaca, mendengarkan bunyi.
4) Permainan ”Memancing Kata”: Anak memancing kartu kata. Kata yang didapat anak kemudian dituliskan dalam secarik kertas. Tujuan : mengenalkan anak pada huruf-huruf, melatih anak untuk menulis kata.
1) Permainan ”Pilih Satu Benda”, dilakukan dengan membagi anak dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok mendapatkan 10 macam benda. Anak kemudian diminta untuk memilih 5 dari 10 benda tersebut. Anak bisa memikirkan mana benda-benda yang lebih penting. Setelah beberapa saat, anak diminta untuk memilih 3 dari 5 benda tadi, akhirnya diminta memilih 1 benda saja. Kemudian setiap kelompok diminta berbicara untuk memberikan alasan mengapa mereka memilih benda tersebut. Tujuan permainan tersebut adalah melatih ketrampilan berbicara.
2) Permainan “Menebak Suara Binatang”, dilakukan dengan memberikan tulisan/gambar kepada setiap anak dan tidak boleh dibuka sebelum diperintahkan tutor. Kemudian setiap anak harus bersuara seperti binatang yang ada di dalam kertas yang diperolehnya (anak tidak boleh berbicara, hanya bersuara saja) dan mencari pasangan suara yang sama. ”Siapa yang tidak mendapatkan pasangan ? Tebak nama binatang itu !”. Tujuannya adalah membaca kata sederhana tentang nama binatang dan mengenali bunyi.
3) Permainan ”Moving family”, dilakukan dengan memposisikan anak-anak duduk dalam sebuah lingkaran lalu memberikan mereka potongan kertas bertuliskan ayah, ibu, kakak, adik. Kemudian pendidik menyebutkan tulisan itu, misalnya ”ayah”, maka anak yang membawa tulisan ayah dapat berdiri. Ketika pendidik mengucapkan ”ibu”, maka anak yang membawa tulisan ibu berdiri, dan ketika pendidik menyebutkan ”keluarga”, maka semua anak baik yang memegang tulisan ”ayah”, ”ibu”, ”anak” berdiri berdekatan. Tujuan permainan ini adalah mengenalkan tulisan untuk dibaca, mendengarkan bunyi.
4) Permainan ”Memancing Kata”: Anak memancing kartu kata. Kata yang didapat anak kemudian dituliskan dalam secarik kertas. Tujuan : mengenalkan anak pada huruf-huruf, melatih anak untuk menulis kata.
5) Permainan ”Menyeberang Sungai”: Dua anak
diminta memegang ujung-ujung tali, kemudian menggerak-gerakkan tali itu di
lantai. Sementara itu anak-anak lain bertanya,”Buaya, buaya, bolehkah aku
menyeberang sungaimu ? Anak yang memegang tali bisa menjawab dengan mengajukan
syarat tertentu bagi anak yang ingin menyeberang. Misalnya,” Ya boleh, jika
kamu mengenakan kaos berwarna putih”. Maka anak yang berkaos putih dapat segera
melompati tali yang digoyang-goyang. Demikian berulang-ulang dengan persyaratan
yang diajukan oleh pemegang tali berbeda-beda. Tujuannya: mengembangkan
kemampuan berbahasa anak.
6) Permainan ”Cerita Yang Diperagakan”: Pendidik dan anak menyusun suatu kesepakatan, bahwa pendidik akan membacakan cerita, dan jika menyebutkan kata-kata tertentu, maka anak telah sepakat untuk membentuk gerakannya.
6) Permainan ”Cerita Yang Diperagakan”: Pendidik dan anak menyusun suatu kesepakatan, bahwa pendidik akan membacakan cerita, dan jika menyebutkan kata-kata tertentu, maka anak telah sepakat untuk membentuk gerakannya.
Perkembangan Bahasa Pada Anak
Al-Ghazali ra dalam bukunya yang berjudul Ihya Ulumuddin telah
menyebutkan: “Perlu diketahui bahwa jalan untuk melatih anak-anak termasuk
urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih dari yang
lainnya”. Anak merupakan amanat ditangan kedua orang tuanya dan kalbunya yang
masih bersih merupakan permata yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan untuk
melakukan kebaikan (dalam lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial),
niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia di dunia
dan di akhirat. Sebaliknya, jika dibiasakan dengan keburukan (dalam lingkungan
rumah tangga dan lingkungan sosial) serta ditelantarkan, niscaya dia akan
menjadi orang yang celaka dan berdampak sangat buruk bagi perkembangan baik
fisik, mental, maupun spiritual sang anak.
Orang tua berkewajiban memelihara anak-anaknya dengan cara
mendidik, menanamkan budi pekerti yang baik, mengajarinya akhlak-akhlak yang
mulia melalui keteladanan dari orang tuanya, dan juga berusaha memenuhi
kebutuhan anak baik lahir maupun batin secara proporsional sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi anak. Mendidik dan memberikan tuntunan
merupakan sebaik-baik hadiah dan perhiasan paling indah yang diberikan oleh
orang tua kepada anaknya. Sudah menjadi keharusan bagi orang tua dan pendidik
untuk bekerja bersama-sama memberikan kontribusi secara aktif dan positif dalam
membentuk kualitas anak yang cerdas baik secara intelektual, emosional, maupun
spiritualnya.
Perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu
aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput juga dari
perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.
Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan prestasi manusia yang paling hebat
dan menakjubkan.Oleh sebab itulah masalah ini mendapat perhatian besar.
Pemerolehan bahasa telah ditelaah secara intensif sejak lama. Pada saat itu
kita telah mempelajari banyak hal mengenai bagaimana anak-anak berbicara,
mengerti, dan menggunakan bahasa, tetapi sangat sedikit hal yang kita ketahui
mengenai proses aktual perkembangan bahasa.
A.
Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Secara Umum
Manusia berinteraksi satu dengan yang lain melalui komunikasi dalam
bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal maupun non verbal
yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau symbol. Manusia berkomunikasi lewat
bahasa memerlukan proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana
manusia bisa menggunakan bahasa sebagai cara berkomunikasi selalu menjadi
pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori tentang
pemerolehan bahasa.
Bahasa adalah simbolisasi dari sesuatu idea atau suatu pemikiran
yang ingin dikomunikasikan oleh pengirim pesan dan diterima oleh penerima pesan
melalui kode-kode tertentu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahasa
digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang
dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan
melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal.
Selain itu, bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda
gestural, dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal
seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi
gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah
cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup
beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh)
dengan makna yang berbeda beda.
Tahapan-tahapan Umum Perkembangan Kemampuan Berbahasa Seorang Anak,
Yaitu:
a)
Reflexsive Vocalization
Pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeuarkan suara tangisan yang
masih berupa refleks. Jadi, bayi menangis bukan karena ia memang ingin menangis
tetapi hal tersebut dilakukan tanpa ia sadari.
b)
Babling
Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak
nyaman ia akan mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan
yang dikeluarkan telah dapat dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si
bayi.
c)
Lalling
Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun
belum jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia
mulai dapat mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…,
ma..ma….”
d)
Echolalia
Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai
meniru suara-suara yang di dengar dari lingkungannya, serta ia juga akan
menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta sesuatu.
e)
True Speech
Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18
bulan atau biasa disebut batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti
orang dewasa.
B.
Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Menurut Beberapa Ahli
Lundsteen, membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap, yaitu:
1.
Tahap pralinguistik
- Pada usia 0-3 bulan, bunyinya di dalam dan berasal dari tenggorok.
- Pada usia 3-12 bulan, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba.
- Pada usia 0-3 bulan, bunyinya di dalam dan berasal dari tenggorok.
- Pada usia 3-12 bulan, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba.
2.
Tahap protolinguitik
- Pada usia 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300).
- Pada usia 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300).
3.
Tahap linguistik
- Pada usia 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.
- Pada usia 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.
Bzoch membagi tahapan perkembangan bahasa anak dari lahir
sampai usia 3 tahun dalam empat stadium, yaitu:
a)
Perkembangan bahasa bayi sebagai komunikasi prelinguistik
Terjadi pada umur 0-3 bulan dari periode lahir sampai akhir tahun
pertama. Bayi baru lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa baik isi,
bentuk, dan pemakaian bahasa. Selain belum berkembangnya bentuk bahasa
konvensional, kemampuan kognitif bayi juga belum berkembang. Komunikasi lebih
bersifat reflektif daripada terencana. Periode ini disebut prelinguistik.
Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa
konvensional, mereka mengamati dan memproduksi suara dengan cara yang unik.
Klinisi harus menentukan apakah bayi mengamati atau bereaksi
terhadap suara. Bila tidak, ini merupakan indikasi untuk evaluasi fisik dan
audiologi.
Selanjutnya, intervensi direncanakan untuk membangun lingkungan
yang menyediakan banyak kesempatan untuk mengamati dan bereaksi terhadap suara.
b)
Kata – kata pertama : transisi ke bahasa anak
Terjadi pada umur 3-9 bulan. Salah satu perkembangan bahasa utama
milestone adalah pengucapan kata-kata pertama yang terjadi pada akhir tahun
pertama, berlanjut sampai satu setengah tahun saat pertumbuhan kosa kata
berlangsung cepat, juga tanda dimulainya pembetukan kalimat awal. Berkembangnya
kemampuan kognitif, adanya kontrol, dan interpretasi emosional di periode ini
akan memberi arti pada kata-kata pertama anak.
Arti kata-kata pertama mereka dapat merujuk ke benda, orang,
tempat, dan kejadian-kejadian di seputar lingkungan awal anak.
c)
Perkembangan kosa kata yang cepat-Pembentukan kalimat awal.
Terjadi pada umur 9-18 bulan. Bentuk kata-kata pertama menjadi
banyak dan dimulainya produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi
kata-kata berlangsung cepat pada sekitar umur 18 bulan. Anak mulai bisa
menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang kemudian menghasilkan sintaks.
Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak mulai belajar mengkonsolidasikan
isi, bentuk, dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Dengan semakin
berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai
kata-kata yang tersimpan dalam memorinya. Terjadi pergeseran dari pemakaian
kalimat satu kata menjadi bentuk kata benda dan kata kerja.
d)
Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang
menyerupai orang dewasa.
Terjadi pada umur 18-36 bulan. Anak dengan mobilitas yang mulai
meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan
kognitif menjadi semakin dalam. Anak mulai berpikir konseptual, mengkategorikan
benda, orang, dan peristiwa serta dapat menyelesaikan masalah fisik. Anak terus
mengembangkan pemakaian bentuk fonem dewasa
Perkembangan bahasa pada anak dapat dilihat juga dari pemerolehan
bahasa menurut komponen-komponennya, yaitu:
1)
Perkembangan Pragmatik
·
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini,
pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena
lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat
perhatian ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan
menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya.
·
Pada usia 3 minggu, bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar,
misalnya wajah seseorang, tatapan mata, suara, dan gelitikan. Ini disebut
senyum sosial.
·
Pada usia 12 minggu, mulai dengan pola dialog sederhana berupa
suara balasan bila ibunya memberi tanggapan.
·
Pada usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya.
·
Pada usia 5 bulan, bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari
bentuk ekspresi wajah. -Pada usia 6 bulan, bayi mulai tertarik dengan
benda-benda sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda.
·
Pada usia 7-12 bulan, anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan
keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi
tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran
gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. -Pada usia 2
tahun, anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai
kalimat dua kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog
singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar
memelihara alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku ibu yang
fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru.
·
Lewat umur 3 tahun, anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa
kali giliran. Lewat umur ini, anak mulai mampu mempertahankan topik yang
selanjutnya mulai membuat topik baru. Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat
mempertahankan topik melalui 12 kali giliran. Sekitar 36 bulan, terjadi
peningkatan dalam keaktifan berbicara dan anak memperoleh kesadaran sosial
dalam percakapan.
Ucapan yang ditujukan pada pasangan bicara menjadi jelas, tersusun
baik dan teradaptasi baik untuk pendengar. Sebagian besar pasangan
berkomunikasi anak adalah orang dewasa, biasanya orang tua. Saat anak mulai
membangun jaringan sosial yang melibatkan orang diluar keluarga, mereka akan
memodifikasi pemahaman diri dan bayangan diri serta menjadi lebih sadar akan
standar sosial. Lingkungan linguistik memiliki pengaruh bermakna pada proses
belajar berbahasa. Ibu memegang kontrol dalam membangun dan mempertahankan
dialog yang benar. Ini berlangsung sepanjang usia pra sekolah. Anak berada pada
fase mono dialog, percakapan sendiri dengan kemauan untuk melibatkan orang
lain. Monolog kaya akan lagu, suara, kata-kata tak bermakna, fantasi verbal dan
ekspresi perasaan.
2)
Perkembangan Semantik
Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan
semantik, maka pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang
berada di sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada
masa prasekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak
akan lebih popular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan
lima kata perhari di usia 1,5 sampai 6 tahun. Pemahaman kata bertambah tanpa
pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat diusia
ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan
yang cepat adalah langkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya
secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-informasi baru yang
diterima. Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik
seperti bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian, dan
lokasi. Definisi kata kerja anak prasekolah juga berbeda dari kata kerja orang
dewasa atau anak yang lebih besar.
Anak prasekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk
apa, untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan
bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses. Anak akan mengembangkan kosa
katanya melalui cerita yang dibacakan orang tuanya. Begitu kosa kata
berkembang, kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan lebih meningkat
dan beberapa jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk.
3)
Perkembangan Sintaksis
Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan
walaupun pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2
tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata. Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa
“kalimat satu kata” sebelumnya yang disebut masa holofrastis. Kalimat satu kata
bisa ditafsirkn dengan mempertimbangkan konteks penggunaannya. Hanya
mempertimbangkan arti kata semata-mata tidaklah mungkin kita menangkap makna
dari kalimat satu kata tersebut. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi
kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu
kalimat pertama terbentuk yaitu penggabugan dua kata menjadi kalimat, rangkaian
kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata memberi makna
lebih dari satu maka anak membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang
berbeda. Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak
menjalani usia 2 tahun dan mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun.
4)
Perkembangan Morfologi
Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan
rata-rata yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean
length of utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa
pada anak yang berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan
merupakan prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa. Dari usia 18 bulan
sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem
mulai terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa
sumber yang membahas tentang morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya
merupakan Bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia.
5)
Perkembangan Fonologi
Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode
bahasa. Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada
kemampuannya menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia prasekolah,
anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga
mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan
makna. Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang
terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak
menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan-vokal-konsonan (KVK). Proses
lainnya berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan
produksi suara.
C.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Berbahasa
Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam
berbahasa, yaitu biologis, kognitif,dan linkungan
1.
Evolusi Biologi
Evolusi biologis menjadi salah satu landasan
perkembangan bahasa. Mereka menyakini bahwa evolusi biologi membentuk manusia
menjadi manusia linguistik. Noam Chomsky (1957) meyakini bahwa manusia
terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu tertentu dan
dengan cara tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language
acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk
berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk
belajar bahasa (critical-period). Jika pengenalan bahasa tidak terjadi
sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang
baik akan dialami seumur hidup. Selain itu, adanya periode penting dalam
mempelajari bahasa bisa dibuktikan salah satunya dari aksen orang dalam
berbicara. Menurut teori ini, jika orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun
kemungkinan akan berbicara bahasa negara yang baru dengan aksen asing pada sisa
hidupnya, tetapi kalau orang berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang
ketika bahasa baru akan dipelajari (Asher & Gracia, 1969).
2.
Faktor kognitif
Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada
perkembangan bahasa anak. Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan
anak berbahasa tergantung pada kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal
perkembangan intelektual anak terjadi dari lahir sampai berumur 2 tahun. Pada
masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang didapat dari inderanya dan
membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar dirinya.
Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan,
kedua hal ini membentuk suatu simbol dalam proses mental anak. Perekaman
sensasi nonverbal (simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang
nantinya akan memunculkan suatu logika. Bahasa simbolik itu merupakan bahasa
yang personal dan setiap bayi pertama kali berkomunikasi dengan orang lain
menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya ibu yang mengerti
apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa simbol yang
dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh ibu itulah
yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia menangis dan
memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, “lapar ya.. mau makan?”
3.
lingkungan luar
Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung
dari stimulus dari lingkungan. Pada umumnya, anak diperkenalkan
bahasa sejak awal perkembangan mereka, salah satunya disebut motherse, yaitu
cara ibu atau orang dewasa, anak belajar bahasa melalui proses imitasi dan
perulangan dari orang-orang disekitarnya.
Bahasa pada bayi berkembang melalui beberapa tahapan umum:
·
mengoceh (3-6 bulan)
·
kata pertama yang dipahami (6-9 bulan)
·
instruksi sederhana yang dipahami (9-12 bulan)
·
kata pertama yang diucapkan (10-15 bulan)
·
penambahan dan penerimaan kosa kata (lebih dari 300 kata pada usia
2 tahun).
·
tiga tahun ke depan kosa kata akan berkembang lebih pesat lagi
Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh
ketrampilan bahasa yang baik. Tiga faktor diatas saling mendukung untuk
menghasilakan kemampuan berbahasa maksimal. Orang tua, khususnya, harus
memberikan stimulus yang positif pada pengembangan keterampilan bahasa pada
anak, seperti berkomunikasi pada anak dengan kata-kata yang baik dan mendidik,
berbicara secara halus, dan sebisa mungkin membuat anak merasa nyaman dalam
suasana kondusif rumah tangga yang harmonis, rukun, dan damai. Hal tersebut
dapat menstimulus anak untuk bisa belajar berkomunikasi dengan baik karena jika
anak distimulus secara positif maka akan mungkin untuk anak merespon secara
positif pula.
No comments:
Post a Comment